PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN MASALAH
ILLEGAL LOGGING DI TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG KALIMANTAN BARAT
Diusun oleh:
Syaepudin (09/281764/HK/18037)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
A. Latar
Belakang
BAB
I
PENDAHULUAN
Seiring
dengan perkembangan kehidupan masyarakat modern dalam menghadapi globalisasi
serta adanya proses industrialisasi dipastikan
modernisasi akan menumbuhkan perubahan proses sosial dalam tata
kehidupan masyarakat. Proses industrialisasi dan modernisasi dan terutama
industrialisasi kehutanan telah berdampak besar pada kelangsungan hutan sebagai
penyangga hidup dan kehidupan mahluk didunia. Hutan merupakan sumber daya yang
sangat penting tidak hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah
satu komponen lingkungan hidup.
Untuk itu dalam
kedudukannya hutan sebagai salah satu penentu system penyangga kehidupan harus
dijaga kelestariaannya sebagaimana landasan konstitusional Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.
Kawasan hutan merupakan sumberdaya alam yang
terbuka, sehingga akses masyarakat untuk masuk memanfaatkannya sangat besar.
Kondisi tersebut memacu permasalahan dalam pengelolaan hutan. Seiring dengan
semangat reformasi kegiatan penebangan kayu dan pencurian kayu dihutan menjadi
semakin marak apabila hal ini dibiarkan berlangsung secara terus menerus
kerusakan hutan Indonesia akan berdampak pada terganggunya kelangsungan
ekosistem, terjadinya banjir, erosi/tanah longsor, disfungsinya hutan sebagai
penyangga keseimbangan alam serta dari sisi pendapatan Negara pemerintah
Indonesia mengalami kerugian yang dihitung dari pajak dan pendapatan yang
seharusnya masuk ke kas Negara.
Aktifitas
penebangan kayu dan pencurian kayu pembalakan kayu yang diambil dari kawasan
hutan dengan tidak sah tanpa ijin yang sah dari pemerintah yang dikenal dengan
istilah illegal logging terjadi dihutan Indonesia semakin tak
terkendali. Aktifitas illegal logging saat ini berjalan
dengan lebih terbuka, transparan dan banyak pihak yang terlibat dan memperoleh
keuntungan dari aktifitas pencurian kayu tersebut. Modus yang biasanya
dilakukan adalah dengan melibatkan banyak pihak dilakukan secara sistematis dan
terorganisir. Pada umumnya, mereka yang berperan adalah pemodal (cukong), masyarakat
setempat atau pendatang, pemilik pabrik atau sawmil, pemegang izin HPH atau
IPKH yang bertindak sebagai penadah, pengusaha asing, dan penyedia angkutan dan
pengaman usaha (seringkali sebagai pengaman usaha adalah dari kalangan
birokrasi, aparat pemerintah, polisi, TNI).
Dalam beberapa
hasil temuan modus yang biasa dilakukan dalam illegal logging adalah
pengusaha melakukan penebangan di bekas areal lahan yang dimilikinya
maupun penebangan diluar jatah tebang, serta memanipulasi isi dokumen SKSHH
ataupun dengan membeli SKSHH untuk melegalkan kayu yang diperoleh dari
praktek illegal logging. Illegal loging terjadi karena adanya
kerjasama antara masyarakat lokal yang berperan sebagai pelaksana dilapangan
dengan para cukong bertindak sebagai pemodal yang akan membeli kayu-kayu hasil
tebangan tersebut, adakalanya cukong tidak hanya menampung dan membeli
kayu-kayu hasil tebangan namun juga mensuplai alat-alat berat kepada masyarakat
untuk kebutuhan pengangkutan. Dalam makalah ini saya akan mencoba menjelaskan
sekelumit mengenai pengawasan dan penyidikan
di bidang kehutanan terkait masalah illegal loging yang terjadi di Taman
Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah dampak Illegal Logging terhadap lingkungan ?
2. Bagaimana pengawasan taman nasional Gunung Palung terkait
praktek Illegal Logging?
3. Bagaimana sistem penyidikannya dalam memberantas praktek Illegal
Logging di Indonesia ?
C. Tujuan
Tujuan dari
penulisan makalah ini untuk membahas bagaimana sistem pengawasan dan juga
sistem penyidikan di Taman Nasional Gunung Palung terkait praktek illegal
logging. Serta membahas tentang dampak illegal logging di Indonesia.Oleh karena
itu tindakan Illegal Logging itu sangat merugikan dan dilarang oleh Negara.
D. Manfaat
1. Untuk mengetahui dampak illegal logging terhadap lingkungan.
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem pengawasan dan juga penyidikan
yang diterapkan dalam memberantas illegal logging di Taman Nasional Gunung
Palung.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Dampak
Illegal Logging
Data
yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menunjukan bahwa pada tahun 1985-1997
Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 jta hektar setiap tahun dan
diperkirakan sekitar 20 tahun hutan
produksi yang tersisa. Illegal Logging telah merusak semuanya, mulai dari
ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Dan dampak-dampak yang lain dari
illegal logging yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Dampak yang sudah terasa sekarang
ini adalah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor.
2.
Illegal logging juga mengakibatkan
berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan.Dan menurut catatan kompas,
pada tahun 2007 ini tercatat 78 kejadian kekeringan yang tersebar dari 11
propinsi dan 36 kabupaten.
3.
Secara tidak langsung illegal
logging menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur didaerah pegunungan dan
di daerah sekitar hutan.
4.
Illegal Logging juga menyebabkan
musnahnya berbagai flora dan fauna,erosi, konflik di kalangan masyarakat,
devaluasi harga kayu, hilangnya mata pencaharian, dan rendahnya pendapatan negara
dan daerah dari sektor kehutanan.
5.
Dan dampak yang paling kompleks
adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia.
Oleh karena itu
pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hutan perlu dilakukan melalui suatu
system pengelolaan yang dapat menjaga serta meningkatkan fungsi dan perananya
bagi kepentingan generasi masa kini ataupun generasi dimasa yang akan datang.
B.Sistem
Pengawasan Terkait Illegal Logging
Permasalahan
illegal logging sesungguhnya merupakan suatu hal yang sangat kompleks, karena
tidak hanya terkait dengan aspek penegakan hukum / yuridis, tetapi juga terkait
aspek ekonomis, sosiologis dan kultur. Illegal logging juga merupakan masalah
utama dalam sektor kehutanan. Kejahatan ini bisa memberikan dampak yang luar
biasa bagi peradaban dan generasi yang akan datang. Maraknya praktek illegal
loging yang terjadi berakibat, pada rusaknya hutan pada saat ini. Untuk
menanggulangi atau meminimalisir tindakan illegal logging maka perlu adanya
suatau pengawasan. Dan pengawasan yang bertujuan untuk meminimalisir tindakan
illegal logging itu, dilakukan oleh Dinas Kehutanan, polhut, dan masyarakat
sekitar. Pengawasan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Dinas Kehutanan memberikan
himbauan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Himbauan-himbauan dapat
dilakukan melalui media massa seperti media elektronik atau media cetak,
spanduk-spanduk, atau pamplet yang berisi tentang ajakan untuk ikut serta dalam
usaha-usaha perlindungan terhadap hutan dan hasil hutan.
2.
Mendirikan pos-pos peredaran pengangkutan
hasil hutan di daerah perbatasan dan jalan lintas propinsi.
3.
Melakukan patroli secara rutin,
mendadak, periodik ataupun gabungan dalam kawasan hutan, di aliran sungai yang
dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir ( tempat penampungan
kayu ), dan dalam wilayah hukum polhut yang telah ditentukan.
4.
Mengoptimalkan pos-pos tempat
penarikan retribusi yang ada di daerah perbatasan, serta melakukan pengecekan
terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu.
5.
Menulusuri tempat penampungan
kayu.
6.
Melakukan koordinasi dengan mitra
instansi / lembaga yang terkait dalam operasi perlindungan dan pengamanan
hutan.
C.Sistem
Penyidikan Terkait Illegal Logging
1. Siapa yang menjadi penyidik
Sebelum
sampai pada tahap penyidikan terhadap suatau peristiwa yang dianggap sebagai
tindak pidana, terlebih dahulu harus dilakukan suatu proses yang disebut
penyelidikan. Penyidikan itu sendiri mempunyai artinya serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentanag
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Ketentuan mengenai
penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur secara khusus dalam
Pasal 77 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dan yang berwenang dalam
melakukan penyidikan dalam kasus illegal logging adalah;
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
Selain
melakukan penyelidikan illegal logging secara professional dan
proposional,Polri juga melakukan upaya koordinasi secara intensif dengan Dephut
RI dan Kejagung RI dalam penyelidikan dan penyidikan demi efektifitas dan
efisiensi dalam pelaksanannya, sehingga di dalam penyelidikan mengenai dugaan
tindak pidana kehutanan sering mengikutsertakan masing-masing anggotanya sejak
dari awal penyelidikan tersebut.
b. Pejabat Pegawai Negri Sipil
Pejabat
Pegawai Negri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjwabnya meliputi
pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik. Mengenai kewenangan
dari PPNS Kehutanan tersebut diatur dalam Pasal 77 ayat (2) UU No. 41 Tahun 199
tentang Kehutanan sebagai bentuk penjabaran dari Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang
menyatakan bahwa wewenang PPNS diatur dalam Undang-Undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing.
c. Polisi Hutan (polhut)
Kewenangan
Polisi Kehutanan (polhut) diatur dalam Pasal 51 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Bila dibandingkan dengan kewenangan penyidik yang dimuat
dalam Pasal 7 KUHAP, maka Polisi Hutan (polhut) terbatas kewenangannya. Polisi
Hutan (polhut) tidak mempunyai kewenangan:
a) . melakukan penangkapan dan penahanan
b) . melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
c) . mengambil sidik jari dan memotret seseorang
d) . mendatangi seorang ahli
e) . mengadakan tindakan lain yang menurut hukum yang
bertanggungjawab.
2. Siapa Yang Disidik
Bedasarkan Pasal 55 KUHP dan UU
No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maka yang dapat disidik atau yang dapat
digolongkan sebagai pelaku tindak pidana illegal logging adalah:
a. Cukong.
b. Masyarakat setempat, pendatang (penebang kayu).
c. Pemilik modal.
d. Pemilik pabrik moulding atau sawmill.
e. Pemegang izin HPH atau IPKH yang bertindak sebagai pencuri atau
penadah.
f. Nahkoda kapal.
g. Oknum Pejabat pemerintah atau oknum aparat keamanan
h. Pengusaha asing.
3. Proses Penyidikan
Di
dalam UU No.41 tahun 1999, penyidikan di bidang Kehutanan adalah suatu proses
yang ditangani oleh pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dan
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) Kehutanan, terhadap setiap orang yang
melakukan perbuatan dalam tindak pidana kehutanan. Dalam proses penyidikan
terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana di bidang kehutanan khususnya
illegal logging harus tunduk pada Undang-Undang No.41 Tahun 1999 yang juga
tidak lepas dari pasal-pasal dalam KUHAP tentang penyidikan kemudian menerapkan
hukum acara yang berpedoman kepada KUHAP. Adapun proses penyidikan dalam kasus
illegal logging adalah sebagai berikut:
1.
penyidik menerima laporan ataupun
pengaduan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan.
2.
melakukan pemeriksaan atas
kebenaran atas laporan atau pengaduan tersebut.
3.
melakukan penggeledahan dan
penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan
hsil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.
menangkap dan menahan dalam
koordinasi dan pengawasan penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan KUHAP.
5.
melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka dan saksi-saksi
6.
membuat dan juga menandatangani
berita acara pemeriksaan (BAP).
7.
menghentikan penyidikan apabila
tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana illegal logging.
8.
penyidik wajib segera menyerahkan atau
pelimpahan berkas-berkas kepada penuntut umum beserta tersangka dan barang
bukti setelah penyidikan selesai.
9.
penuntut umum akan segera
mengembalikan berkas perkara kepada penyidik Polri disertai pentunjuk untuk
dilengkapi, jika ternyata berkas kurang lengkap.
10. jika hasil penyidikan dikembalikan, penyidik wajib segera
melakukan penyidikan tambahan dengan petunjuk dari penuntut umum.
11. penyidikan dianggap telah selesai dalam waktu 14 hari, penuntut
umum tidak akan mengembalikan hasil penyidikan.
Jadi dapat dikatakan penyidikan selesai apabila semua berkas yang diperlukan
telah diserahkan kepada penuntut umum oleh penyidik beserta tersangka dengan
tidak ada kekurangan-kekurangan lagi untuk selanjutnya diajukan penuntutan di
depan siding pengadilan oleh penuntut umum.
Artinya pada tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara,
dan jika penyidikan dianggap selsesai oleh jaksa, maka penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka beserta barang bukti kepada jaksa atau penuntut
umum sesuai Pasal 8 ayat(3) KUHAP “ Penyerah berkas perkara sebagaimana
dimaksud ayat(2) dilakukan :
a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.
b. Dalam hal penyidikan sudah dinggap selesai, penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Di akhir penulisan ini, penulis akan merangkum seluruh hasil pembahan
menjadi kesimpulan. Adapun kesimpulan penulis adalah:
1.
Dampak dari maraknya tindak pidana
illegal logging sudah terasa sekarang. Illegal Logging juga merupakan penyebab
terbesar kerusakan hutan Indonesia, dan juga penyebab adanya global warming.
2.
Untuk meminimalisir semakin
maraknya illegal logging maka dilakukan pengawasan. Dan pengawasan itu
dilakukan itu dilakukan oleh Dinas Kehutanan, polhut, dan juga masyarakat
sekitar. Pengawasan yang dilakukan:
a. Memberikan himbuan kepada masyarakat
b. Mendirikan pos-pos peredaran pengangkutan hasil hutan
c. Mengadakan patroli secara rutin, mendadak, periodik, ataupun
gabungan.
d. Mengoptimalkan pos-pos
tempat penarikan retibus.
e. Menelusuri tempat penampungan kayu.
f. Menelusuri koordinasi dengan mitra instansi atau lembaga yang
terkait dalam operasi perlindungan dan pengamanan hutan.
3.
Penyidikan dalam kasus tindak
pidana illegal logging ditangani oleh pejabat Penyidik Polisi Negara Republik
Indonesia, Penyidik Pegawai Negri Sipil, dan Polisi Hutan(polhut), terhadap
setiap orang yang melakukan perbuatan dalam tindak pidana kehutanan.
4.
Bedasarkan Pasal 55 KHUP dan UU
No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maka yang disidik atau yang dapat
digolongkan sebagai pelaku tindak pidana illegal logging adalah:
a. Cukong, penebang kayu.
b. Masyarakat sekitar, atau pendatang (penebang kayu).
c. Pemilik modal.
d. Pemilik pabrik moulding, atau sawmill.
e. Pemegang izin HPH atau IPKH yang bertindak sebagai pencuri atau
penadah.
f. Nahkoda kapal.
g. Oknum Pejabat pemerintah atau oknum aparat keamanan.
h. Pengusaha asing.
5. Artinya pada tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas
perkara, dan jika penyidikan dianggap selsesai oleh jaksa, maka penyidik
menyerahkan tanggung jawab atas tersangka beserta barang bukti kepada jaksa
atau penuntut umum sesuai Pasal 8 ayat(3) KUHAP.
B.Saran
Saran-saran yang dapat penulis berikan:
1. Agar kelestarian dan keanekaragaman hayati dalam hutan terjaga
dan tidak rusak maka perlu adanya upaya penanggulangan illegal logging,
sehingga kerusakan hutan tidak menyebar.
2. Masyarakat diharapkan lebih berperan aktif untuk melakukan
pengawasan dan perlindungan terhadap hutan, hasil hutan disekitarnya dan
melaporkan kepada pihak yang berwajib setiap kejadian yang mencurigakan.
Pemerintah juga diharapkan untuk lebih memperhatikan keadaan ekonomi masyarakat
terutama yang tinggal disekitar daerah hutan yang umumnya tergantung pada hasil
hutan. Sehingga tidak terdorong untuk melakukan praktek illegal logging baik
untuk kepentingan sendiri maupun atas perintah atau suruhan dari masyarakat
luar. Selain itu pemerintah juga harus meningkatkan kegiatan penyuluhan hukum
sehingga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi
hutan.
3. Agar penyidik di bidang Kehutanan dapat lebih menunjukan
eksistensinya maka harus diberikan otoritas dan wewenang yang lebih besar.
DAFTAR
PUSTAKA